Proses Penerimaan Murid Perguruan Silek / Silat Minangkabau

Ayam Kampung Jago
Ada bermacam cara dalam menerima anak sasian (murid), seperti yang sudah disebutkan dalam Proses Berguru Dalam SIlek / Silat HArimau, si murid diminta untuk membawa bahan-bahan tertentu pada hari yang dijanjikan dan juga diminta membawa seekor ayam jantan untuk satu orang murid. Ayam ini nanti disembelih oleh guru dan kemudian darahnya dicecerkan mengelilingi sasaran, dalam prosesi pemotongan ayam ini seorang guru sudah bisa melihat dan membaca maksud dari seorang murid dalam belajar silat baik dari segi niatnya, karakternya, minat, bakat, dan kemauan dari seorang calon murid ini.

Ada beberapa pertanda yang dilihat guru pada saat prosesi pemotongan ayam ini di antaranya:
  • Setelah di sembelih ayam tersebut akan di lemparkan ke dalam sasaran,lama atau sebentarnya ayam tersebut meregang nyawa sampai mati, itu memperlihatkan sebuah pertanda minat, bakat dan kemauan dari sang calon murid untuk belajar silat.
  • Dari posisi matinya ayam, seorang guru bisa membaca pertanda dari niat dan karakter seorang murid, posisi matinya ayam menghadap ke mana dan apakah posisi matinya di luar lingkaran atau di dalam lingkaran itu adalah sebuah pertanda yang bisa dibaca oleh seorang guru, dan juga apabila pada saat meregang nyawa ayam tersebut menerjang kearah sang guru, maka itu juga sebuah pertanda bagi sang guru tentang niat dan karakter calon murid tersebut, sehingga seorang guru silat sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi nanti dan seperti apa dan sampai sejauh mana pelajaran silat yang bisa diberikan sang guru kepada murid tersebut nantinya.
  • Ayam tersebut kemudian dimasak, biasanya digulai dan dihidangkan dalam acara mandoa (doa) yang dihadiri oleh guru dan para saudara seperguruan. Untuk acara ini dipanggil pula Urang Siak (sebutan untuk orang ahli agama) untuk mendoakan si murid agar mendapatkan kebaikan selama mengikuti latihan. Kemudian, pada saat makan bersama, sang guru akan mengupas kepala ayam tersebut untuk mengambil tulang rawan yang berada di bawah lidah atau rahang ayam tersebut, dari tulang rawan tersebut seorang guru juga bisa membaca sebuah pertanda tentang niat dan kemauan sang murid untuk belajar silat tersebut.

Biasanya di dalam ritual penerimaan seorang murid, si murid ini diambil sumpahnya untuk patuh kepada guru dan tidak menggunakan ilmu yang mereka dapatkan ini untuk berbuat keonaran. Bahkan bunyi sumpah itu keras sekali. Inilah potongan bunyi sumpah itu : kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah-tangah digiriak kumbang (ke atas tidak berpucuk, ke bawah tidak berurat dan di tengah-tengah dimakan kumbang), artinya pelanggar sumpah tidak akan pernah mendapatkan hidup yang baik selama hidupnya di dunia seperti yang diibaratkan nasib suatu pohon yang merana. Ada juga prosesi dari perguruan silat tradisi waktu baru masuk perguruan tersebut dianjurkan mandi dengan tujuh macam limau/jeruk bahkan ada juga dengan 7 macam bunga. waktu mandinya ada yang sore hari dan ada juga setelah jam 12.00 malam.

Seperti yang berlaku pada perguruan beladiri manapun bahwa semenjak saat itu saudara seperguruan adalah seperti saudara sendiri. Di dalam istilah Minangkabau dikatakan bahwa saudara seperguruan itu saasok sakumayan (satu asap satu kemenyan) atau sabatin artinya dia adalah bagian dari diri kita dan berlaku hukum saling melindungi.

Prosesi ini tidak sama tiap sasaran silek, ada pula guru yang tidak meminta membawa apa-apa, sehingga tidak ada prosesi penerimaan murid seperti yang diuraikan di atas, tetapi kasus ini jarang terjadi, umumnya selalu ada prosesi penerimaan murid apakah dalam bentuk sederhana bahkan sampai ada yang berbentuk upacara adat. (Sumber)